
Syafruddin menarik jaring ke atas kapal kayunya yang 
berhenti sekitar 3 kilometer dari bibir pantai Muara Baru di Teluk 
Jakarta, Jumat pagi pada awal Oktober. Di antara aneka sampah yang 
tersangkut pada jaringnya itu, Syafruddin memanen kerang hijau. 
Sebanyak empat karung penuh berisi kerang hijau berhasil disisihkan 
dan dibawanya mendarat pada hari itu. "Lumayan. Cuaca cerah bisa dapat 
banyak," kata dia sekembalinya di dermaga.
Syafruddin tidak sendiri. Ada beberapa nelayan kerang hijau lainnya 
juga melaut pada pagi itu. Setidaknya ada tiga hingga empat kapal 
berangkat dari dermaga yang sama dekat tempat pembuangan sampah itu. 
"Apalagi jika ada pesanan dari pedagang di pelelangan atau konsumen 
secara langsung, kerang lebih menguntungkan daripada menangkap ikan,” 
ujar Syafruddin lagi. 
Syafruddin biasa menjual kerang hijaunya seharga Rp 4.000 per 
kilogram. Jenis kerang darah dan kerang madu bahkan laku dijual seharga 
Rp 11 ribu per kilogram. 
Di tangan para pedagang, harganya jelas bisa lebih tinggi lagi. 
Kerang hijau, menurut Dani, pedagang di Tempat Pelelangan Ikan Muara 
Angke, biasa diserap oleh pengusaha warung-warung makan. »Tdak jarang 
juga para pembeli datang berombongan dan membeli sampai 10 kilogram 
untuk pesta dan makan besar,” ujar dia.
Larisnya kerang hijau tangkapan dari Teluk Jakarta itu membuat Kepala
 Seksi Perikanan dan Kelautan Suku Dinas Peternakan Perikanan dan 
Kelautan Jakarta Utara, Sri Haryati, prihatin. Dia menyatakan kalori 
tinggi kerang hijau hanya berlaku untuk kerang yang berasal dari 
perairan yang tak tercemar. 
Dia memastikan jenis kerang maupun ikan yang hidup di perairan Teluk 
Jakarta tak aman dikonsumsi. »Kerang dan ikan itu sudah terkontaminasi 
limbah industri dan logam berat, seperti merkuri, kadmium, dan seng,” 
kata dia. 
Selain limbah industri, perairan Teluk Jakarta, dikatakannya, semakin
 tercemar dengan adanya limbah rumah tangga yang tidak tersaring di 
rumah pompa air. Juga, dia menambahkan, ada pula pencemaran dari 
sisa-sisa kapal bekas yang langsung dibuang ke laut. Kebanyakan berupa 
besi-besi bangkai kapal. »Mestinya itu semua sudah bisa terlihat dengan 
mata telanjang sekalipun,” kata Sri.
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan 
Indonesia, Kasim Moosa, mengatakan kandungan logam berat di perairan 
Teluk Jakarta mencapai 1,8-2 ppm. Tingkat pencemaran itu sangat parah 
jika menilik batas maksimum yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup
 tentang baku mutu air laut. Di situ disebutkan bahwa batas maksimum 
logam berat di wilayah biota laut, pelabuhan, dan wisata bahari 
masing-masing tak boleh melewati 0,01; 0,03; dan 0,02 ppm. »Tidak hanya 
kerang, semua jenis ikan jadi tidak aman dikonsumsi,” kata dia.
Menurut Kasim, beragam jenis kerang bisa dipanen dari Teluk Jakarta 
karena memang spesies bernama Latin Perna veridis itu memiliki kemampuan
 untuk menyaring seluruh kandungan zat berbahaya pada cangkangnya. Hewan
 ini mampu hidup meski mengakumulasi logam berat sekalipun. »Itu 
sebabnya, buat peneliti, kerang bermanfaat sebagai bioindikator 
pencemaran di perairan,” kata dia. 
 
 



 
0 komentar:
Posting Komentar